Tuesday, April 28, 2009

I have ready

to live…

not by just waking up to wake up someday,
and expecting myself not to be empty...

But to live of no longer irony...

The soul I’ve thought has broken,
has been toughen up.

I see people come and go,
yet, reality never gives me nobody.

Many somebody appear to be found
in every corner of life, in every second I spend.

I am no longer scared.
My heart would just have to recognize them.

And despite the severity,
I am reminding myself everyday,
That my life is not measured by who I have,
but from the effort I give to everyone I’ve now had.

So let the sincerity from the smile comes out.
Every year.
Every week.
Every day.
Every minute.
Every second.
Above everything.

Tuesday, March 24, 2009

Not The Best I’ve Ever Had


This is the punishment for being such an unprofessional cunt!

I can’t believe I’m the fool again, after all those nightmares happened 5 years ago. Sometimes I guess, I have to upgrade the level of my ignorance more. So I won’t have to deal with messed up emotion on tiny useless matter ANYMORE!

God! Perhaps I have never known love. But I can tell where’s the limit of somebody’s love/ care/ attention to me, from the reason they get angry at me. And now, because of too much involvement in other’s insignificant life, I always have to remind myself of where I stand in their life.

:(

Trust me, from now on, I am going to be very professional, or let’s say, just decided to be an ignorant bloody bastard alive.

An easy going, funny, ignorant bloody bastard alive. There.

Friday, March 20, 2009

TEORI ACCEPTANCE

Kenapa orang bisa punya alasan untuk benci dan nyakitin orang lain?

Tukang poles yang dulu, punya banyak alasan untuk mikir jelek soal orang lain, untuk sakit hati dan untuk bales mereka. Tukang poles yang dulu, ngga nyadar kalau semua itu cuma parno yang ada di kepala. Dan kalo inget dulu sering benci, nyakitin orang lain (sekarang juga masih sih, dalam kadar kuantitas dan kualitas jauh lebih sedikit), masih suka nyesel sampe susah tidur.

Sekarang kalo dipikir-pikir, saat tukang poles nyakitin orang lain, ternyata cuma gara-gara takut lebih dulu disakiti. Tukang poles was simply scared of rejection. Tukang poles was scared of humiliation.

Kebencian itu ngga penting!

That's why, harus disingkirin jauh-jauh. Ditumpas. Diinjek-injek. Terus dilupain. Ngga susah kok! And um pastinya ngga perlu jauh-jauh belajar Tantrayana ke Dalai Lama yang ada di Tibet untuk bisa ngontrol emosi ke orang lain.

Rumusnya, inget-inget ini aja:

Mendem perasaan benci itu ga enak dan bisa ngerusak diri sendiri. Benci bisa numbuhin stres, penilaian tentang hal yang dibenci jadi ngga obyektif, hati ngga tenang, mimik muka jadi ngga enak diliat (orang yang memendam benci punya ekspresi muka ngga enak - otomatis orang lain jadi ogah deket-deket) dan plus plus... penyakit nyebelin di kepala (khusus di kasus tukang poles). Sumpa yang kayak gini paling bikin males!

Sekitar 5 tahun lalu tukang poles belajar yang namanya “acceptance”. Acceptance yang ngga berarti pasrah ini bikin tukang-poles jadi susah untuk mikir jelek, ngerasa benci / marah / ngerencanain hal jahat ke orang lain.

I would like you to have a bite of acceptance.

(Ada yang mau? Ada yang mau dijejelin?? Hehe…)

Dari praktek lapangan yang udah tukang poles jalanin, kira-kira kayak gini deh langkah-langkah untuk bisa hidup full acceptance:

Smile
1st bite of acceptance.
Sebentuk senyum ato cengiran ternyata efektif buat nge-boost mood paling jelek sekalipun buat kita dan buat orang lain. Jadi pastiin kita senyum yang tulus setiap kali bertatap muka sama orang lain, ato kalo perlu nyengir sekalian. Selebar-lebarnya.

Eye Contact
2nd bite of acceptance.
Dengan senyum mengembang di mulut, hal kedua yang perlu dilakukan adalah melakukan kontak mata. Berani menatap orang yang kita temui atau orang yang sedang bicara dengan kita, berarti kita siap untuk jujur sama dia. Lagian, lewat mata kita jadi tahu apa yang lagi dia rasain atau pikirin saat itu. Kita bisa dapet pemahaman lebih tentang dia.

Listening
3rd bite of acceptance.
Demi kebaikan, walaupun kita punya focus disorientation syndrome, kita harus bisa dengerin orang lain sepenuhnya saat mereka bicara sama kita. Untungnya dengerin orang lain waktu ngomong banyak kok. Selain buat ngurangin “telmi”, “mendengarkan” bisa bikin orang yang berbicara dengan kita merasa diterima. Relasi kitapun jadi kerasa lebih dekat dan kita bisa lebih enjoy ada bareng mereka.

Selanjutnya? Sudah pasti mulus jalannya... hehehe...

Teori acceptance udah tukang poles buktiin selama bertahun-tahun. Ampuh! This makes everything easy and light.


But sometimes, hatred could be very sneaky. Kalo ngga hati-hati kita bisa terjangkit!

Selalu akan adaaa aja orang-orang / hal-hal yang kayaknya hadir di dunia cuma buat ngetes bates kesabaran kita. Salah satunya adalah orang-orang yang, misalnya:

* Orang yang mikir kalo ngomong sama orang bodoh itu harus dengan nada keras biar cepet ngerti.
* Orang yang mikir bahwa orang pinter itu harus pendiem dan keliatan ”mikir”.
* Orang yang susah banget buat bilang, ”Iya ngga papa, elo gue maafin”, yang hobinya memperpanjang masalah.
* Dll.

Orang yang berbeda visi dan berbeda pola pikir kayak gini (entah sama tukang poles atau sama kamu), percaya deh NGGAK BAKAL PERNAH bisa ada di satu tempat yang sama dengan kita.

Sedangkan untuk bisa getting along dengan orang-orang macem ini tanpa kita sendiri terjebak dalam kebencian, ”mengalah” maupun ”kompromi” bukan solusi yang pengen tukang poles rekomendasiin di sini, di sono, di manapun atau sampe kapanpun.

Sejauh ini, cara paling efektif untuk bisa rukun sama mereka ya dengan mengisolasi diri, memutuskan keterikatan emosional dengan mereka. Cara kongkritnya adalah bicara seperlunya, ketemu seperlunya.

Soalnya, menjalin hubungan berkualitas itu justru harus dengan orang-orang yang terbuka menerima pemikiran kita / dengan orang-orang yang punya pemikiran sama dengan kita. Bareng-bareng mereka, baru deh kita bisa ngembangin diri, explor something yang baru bareng-bareng, saling mengkritisi pemikiran atau tindakan masing-masing. Cuma bareng orang-orang terbuka ini, kita kayak terjamin untuk terhindar dari sakitnya dihakimi / dilecehkan. Dan pada akhirnya, menjamin kita bebas dari penyakit ”benci orang lain / benci diri sendiri” karena mengalami perasaan ditolak.

Sunday, March 15, 2009

THIS WHAT MAKES A HUMAN

When you can’t claim someone as yours,
you can still always take a good care of him / her.
Make sure he / she is alright.
At that time,
smile will appear on your face.
And you will recognize the pain you feel inside
is just some ego.
Which is there just to remind you that,
at the end, you’re only a human.

Wednesday, February 11, 2009

At Nights When I Can't Shut My Eyes To Sleep...



An eagle who lives on top of the cliff,
knows well the meaning of solitude.

If you think she chooses it, boy how you’ve misunderstood!

On the sky, people look at her as a heartless strength.
What they don’t see, there’s insecurity in her searching.

I’m the only one who knows her better.
I’ve watched her.

More than sometimes, she would move so fast,
together with the wind, her only companion.

Like this afternoon,
a day when all people say a good day,
where none of the clouds are around,
I hear her scream – loud and painful.

She looks up straight to the sun
And move towards it, as fast as if she goes for a hunt.

But this time, I don’t see the perseverance in her eyes.
I see despair.

My heart goes the same speed she’s in.
“Does she choose today to finally throw all of her fences - who she is - what she is - or how she is all this time? Is this how she would admit defeat?”

Should I know now - nothing kills greater
than a confirmation of life failures?

I look above and hope she would look me back.
Buat I only feel a tiny splash of water on my palm.
It’s her tear…

In the end, she doesn’t see that I’ve watched her,
as the sun grabs her and burns her good.

I weep and weep and weep and weep… maybe for eternity.

…cause there’s gone a beauty of solitude sadness…

Has the world a humble mercy…?

She only misses her husband.
She only wants her son.

Tuesday, December 23, 2008

TUKANG POLES HOBI ICIP-ICIP











Enakan mana – makan atau icip-icip?

Well, kalo menurut tukang poles sih lebih enak icip-icip. Karena lidah tukang poles amat sangat bosenan.

Makanan yang ”normal” porsinya, ngebosenin buat dikunyah terus-terusan. Mungkin ini yang bikin tukang poles belom pernah bisa ngabisin makanan, dalam waktu makan yang menurut orang lain ”reguler” – 1 jam.

A better way to eat on tukang poles version is tasting a lot of flavor from each-small-portion-of food. Dan karena restoran yang konsepnya kayak gini belom ada, jadi tukang poles cuma bisa berimajinasi, hukhukhuk…

Siang-siang gini, yang tukang poles pikirin adalah, “Andai semua makanan bentuknya kayak finger food. Jadi ada semur daging kecil udah sekalian ditempelin pake nasi, ayam asem manis udah ditempelin nasi, steak dipotong kecil sekali suap abis, brokoli dilelehin cheese porsi sesuap, salmon panggang porsi sesuap, mashed potato cuma sesendok, kacang merah dilumurin saus daging porsi sesuap, dst. Dan itu semua dihidangin di satu piring. Jadi variatif banget rasanya dan ngga ngebosenin dimakan dan dikunyah.

Hehehe...

Mungkin someday tukang poles bakal bikin restoran yang konsepnya ”Plate of Taste” ato "Finger Food Specialist". Jadi di restoran ini ada ribuan menu makanan. Di satu piring, elo bisa milih makanan apa aja yang elo mau, dengan porsi sesuap-sesuap. Asik kan...?

Huh laper...!

Kapan tukang poles bisa mewujudkan mimpi tolol yang kayaknya asik ini? Hmmph.

Thursday, September 25, 2008

TUKANG POLES BENCI PEMIKIRAN KOLOT

Alasan-alasan di balik kebencian ini sebenernya udah mengendap di otak cukup lama dan ”efek rasanya” udah meradang di dada. Kayak racun. Mikirin topik ini selalu bikin marah, putus asa, sedih, sampe balik jadi marah lagi. Bertahun-tahun marah-marah begini, mungkin sekarang kalo dada tukang poles dibelah, isinya gumpalan hati yang berdarah-darah (jangan dimengerti secara literal ya – hmmph!).

Hari ini tukang poles menyuarakan “ENOUGH!” untuk kekolotan yang degil.

”kolot” is nothing more than just a filthiest character someone could has

Here are the “kolots” from tukang poles perspective:

1. Ngga suka cewe ngerokok (tapi ngerasa biasa aja sama cowo ngerokok)
2. Berpendapat dan memegang teguh keyakinan bahwa manusia harus menikah dengan manusia lain yang seagama.
3. Berprasangka kalo cewe yang bertato berarti bukan cewe baik-baik.
4. Ngga suka cewe yang nge-kos, tanpa bisa memberikan alasan rasional di baliknya, selain ucapan penuh prasangka bahwa cewe yang nge-kos = pergaulan bebas. (yeah right – nyinyir mode on).

Well, here are tukang poles explanations of why-oh-why all those “kekolotan” are truly irrelevant and therefore – unaccepted:

1. Ngga suka cewe ngerokok.

Tolol banget untuk mikir “gue ngga suka cewe yang ngerokok, soalnya ngga pantes. Yang pantes cowo aja yang ngerokok”. (what the fuck???) Di mana rasionalisme-nya?

Jangan dibedain deh.

Cowo dan cewe yang ngerokok itu sama-sama brengsek. Sama-sama ngga bermoral, sama-sama buat dosa (menyakiti diri sendiri, menyakiti orang lain, menyakiti alam). Sama-sama beresiko impoten.

Jadi tolong kasih tahu tukang poles, kenapa ada diskriminasi image pada female smoker?

2. Berpendapat dan memegang teguh keyakinan bahwa manusia harus menikah dengan manusia lain yang seagama.

Orang udah lama terjebak dalam lingkungan pergaulan yang dikotak-kotakkan oleh agama. Agama udah jadi barrier sosial. Padahal agama tuh apa sih? Some religions are total shit - agama yang antipati sama agama lain dan ngerasa agamanya sendiri paling bener - they just shit (coba aja telusurin dan kulik-kulik kenapa ada agama di dunia. religion is all about politic.)

Makanya bener-bener ngga masuk akal ngeliat (dan mengalami sendiri) bahwa ada orang-orang yang menerapkan agama sebagai tembok yang ngehalangin dia untuk menyayangi seseorang yang sebetulnya layak disayang. Bener-bener ngga masuk akal.

Penting mana – agama atau manusia?

3. Berprasangka kalo cewe yang bertato berarti bukan cewe baik-baik.

Boleh deh, mikir kayak gini, kalo definisi “baik-baik” itu adalah: orang yang berpikiran sempit dan berselera terbelakang terhadap karya seni.

Soalnya menurut tukang poles - tattoo is simply a form of art – yang bisa disejejerkan dengan seni beradab lainnya. Dari mulai filosofi, pemilihan gambar, proses pembuatan sampai hasil jadi, they’re all remarkable and fascinating experience indeed.

Cuma bedanya tato dengan lukisan dan pahatan adalah medianya, yaitu kulit manusia. Yang gobloknya akhirnya diartikan sebagai bentuk perusakan terhadap tubuh yang udah diberikan Tuhan.

Padahal, kalo bikin tato dibilang merusak diri sendiri, jawabannya adalah “how stupid is that thought”. Tato justru merupakan bentuk apresiasi pada tubuh dan hidup. Pada orang-orang yang berotak waras, tato yang bermakna dan bagus bikinnya, bisa memperindah tubuh.

Jadi kesimpulannya, tato di tubuh seorang cewe adalah seni. Bukan stempel yang meneriakkan, “HELLO WORLD, HEREBY I AM A WHORE”. (for those who think like this, get a grip!)


4. Ngga suka cewe yang nge-kos, tanpa bisa memberikan alasan rasional di baliknya, selain ucapan penuh prasangka bahwa cewe yang nge-kos = pergaulan bebas. (yeah right – nyinyir mode on).

Buat orang-orang yang punya opini kayak di atas, pernah ngga – mikir bahwa mungkin ada alasan keluarga yang sangat pribadi yang ngga bisa diumbar, yang mengharuskan seorang cewe untuk ngekos?

Pernah ngga – mikir kalo seorang cewe ngekos for the sake of a closer access to a better living?

Pernah ngga – mikir kalo seorang cewe ngekos untuk buktiin ke orang tuanya kalo dia bisa mandiri dengan profesi halal yang dia pilih?

Pernah ngga – mikir kalo seorang cewe ngekos dengan kesadaran bahwa keputusannya mengakibatkan romantic relationshipnya perlu biaya besar – soalnya ngga diijinin pacaran di kos sama owner yang strict banget nerapin disiplin? Therefore – dia selalu pacaran di luar dan jadinya ngga pernah bisa (dan ngga mau) macem-macem.

Buat orang-orang yang punya pemikiran kolot nomer 4, just…just try to look deeper from what it seems on the surface. Then you can tell everyone that you’ve found the truth.

***