Friday, March 20, 2009

TEORI ACCEPTANCE

Kenapa orang bisa punya alasan untuk benci dan nyakitin orang lain?

Tukang poles yang dulu, punya banyak alasan untuk mikir jelek soal orang lain, untuk sakit hati dan untuk bales mereka. Tukang poles yang dulu, ngga nyadar kalau semua itu cuma parno yang ada di kepala. Dan kalo inget dulu sering benci, nyakitin orang lain (sekarang juga masih sih, dalam kadar kuantitas dan kualitas jauh lebih sedikit), masih suka nyesel sampe susah tidur.

Sekarang kalo dipikir-pikir, saat tukang poles nyakitin orang lain, ternyata cuma gara-gara takut lebih dulu disakiti. Tukang poles was simply scared of rejection. Tukang poles was scared of humiliation.

Kebencian itu ngga penting!

That's why, harus disingkirin jauh-jauh. Ditumpas. Diinjek-injek. Terus dilupain. Ngga susah kok! And um pastinya ngga perlu jauh-jauh belajar Tantrayana ke Dalai Lama yang ada di Tibet untuk bisa ngontrol emosi ke orang lain.

Rumusnya, inget-inget ini aja:

Mendem perasaan benci itu ga enak dan bisa ngerusak diri sendiri. Benci bisa numbuhin stres, penilaian tentang hal yang dibenci jadi ngga obyektif, hati ngga tenang, mimik muka jadi ngga enak diliat (orang yang memendam benci punya ekspresi muka ngga enak - otomatis orang lain jadi ogah deket-deket) dan plus plus... penyakit nyebelin di kepala (khusus di kasus tukang poles). Sumpa yang kayak gini paling bikin males!

Sekitar 5 tahun lalu tukang poles belajar yang namanya “acceptance”. Acceptance yang ngga berarti pasrah ini bikin tukang-poles jadi susah untuk mikir jelek, ngerasa benci / marah / ngerencanain hal jahat ke orang lain.

I would like you to have a bite of acceptance.

(Ada yang mau? Ada yang mau dijejelin?? Hehe…)

Dari praktek lapangan yang udah tukang poles jalanin, kira-kira kayak gini deh langkah-langkah untuk bisa hidup full acceptance:

Smile
1st bite of acceptance.
Sebentuk senyum ato cengiran ternyata efektif buat nge-boost mood paling jelek sekalipun buat kita dan buat orang lain. Jadi pastiin kita senyum yang tulus setiap kali bertatap muka sama orang lain, ato kalo perlu nyengir sekalian. Selebar-lebarnya.

Eye Contact
2nd bite of acceptance.
Dengan senyum mengembang di mulut, hal kedua yang perlu dilakukan adalah melakukan kontak mata. Berani menatap orang yang kita temui atau orang yang sedang bicara dengan kita, berarti kita siap untuk jujur sama dia. Lagian, lewat mata kita jadi tahu apa yang lagi dia rasain atau pikirin saat itu. Kita bisa dapet pemahaman lebih tentang dia.

Listening
3rd bite of acceptance.
Demi kebaikan, walaupun kita punya focus disorientation syndrome, kita harus bisa dengerin orang lain sepenuhnya saat mereka bicara sama kita. Untungnya dengerin orang lain waktu ngomong banyak kok. Selain buat ngurangin “telmi”, “mendengarkan” bisa bikin orang yang berbicara dengan kita merasa diterima. Relasi kitapun jadi kerasa lebih dekat dan kita bisa lebih enjoy ada bareng mereka.

Selanjutnya? Sudah pasti mulus jalannya... hehehe...

Teori acceptance udah tukang poles buktiin selama bertahun-tahun. Ampuh! This makes everything easy and light.


But sometimes, hatred could be very sneaky. Kalo ngga hati-hati kita bisa terjangkit!

Selalu akan adaaa aja orang-orang / hal-hal yang kayaknya hadir di dunia cuma buat ngetes bates kesabaran kita. Salah satunya adalah orang-orang yang, misalnya:

* Orang yang mikir kalo ngomong sama orang bodoh itu harus dengan nada keras biar cepet ngerti.
* Orang yang mikir bahwa orang pinter itu harus pendiem dan keliatan ”mikir”.
* Orang yang susah banget buat bilang, ”Iya ngga papa, elo gue maafin”, yang hobinya memperpanjang masalah.
* Dll.

Orang yang berbeda visi dan berbeda pola pikir kayak gini (entah sama tukang poles atau sama kamu), percaya deh NGGAK BAKAL PERNAH bisa ada di satu tempat yang sama dengan kita.

Sedangkan untuk bisa getting along dengan orang-orang macem ini tanpa kita sendiri terjebak dalam kebencian, ”mengalah” maupun ”kompromi” bukan solusi yang pengen tukang poles rekomendasiin di sini, di sono, di manapun atau sampe kapanpun.

Sejauh ini, cara paling efektif untuk bisa rukun sama mereka ya dengan mengisolasi diri, memutuskan keterikatan emosional dengan mereka. Cara kongkritnya adalah bicara seperlunya, ketemu seperlunya.

Soalnya, menjalin hubungan berkualitas itu justru harus dengan orang-orang yang terbuka menerima pemikiran kita / dengan orang-orang yang punya pemikiran sama dengan kita. Bareng-bareng mereka, baru deh kita bisa ngembangin diri, explor something yang baru bareng-bareng, saling mengkritisi pemikiran atau tindakan masing-masing. Cuma bareng orang-orang terbuka ini, kita kayak terjamin untuk terhindar dari sakitnya dihakimi / dilecehkan. Dan pada akhirnya, menjamin kita bebas dari penyakit ”benci orang lain / benci diri sendiri” karena mengalami perasaan ditolak.

1 comment:

fera said...

Res, you never stop digging and digging what you feel and never stop exploring your thoughts as I see your recent post... . Some of it really hit me right on the spot. Especially about being human, I think it's crucial that sometime, we don't really think about it anymore. Mostly we just ignored our humanity, quite a pity... and actually it would be nice to talk about these things long and wide with you sumtimes. Kinda miss this kind of talk :P